Dia Atau Aku (Cerbung)
Aku masih sibuk dengan tabletku ketika Rena datang dan langsung menarikku mengikutinya. Apalagi sekarang yang diinginkannya dariku. Sambil melirik tabletku dengan permainan despicable me Rena terus mengoceh tentang partandingan, cowok ganteng dan ah gak jelas dan gak penting juga. Tapi, aku melihat semua orang menuju lapangan futsal. Aku akhirnya sadar juga bahwa Rena juga sedang menarik tanganku dan buru-buru menuju lapangan futsal. Ya Tuhan jangan sekarang deh aku lagi gak kepengen nonton futsal. Kalau aku udah nonton yang namanya berhubungan dengan olahraga dan semua hal yang penting jadi gak keurus. Saking sukanya nonton pertandingan olahraga, aku bisa ngelupain semua pekerjaaan pokok.
“Re, kalau nonton futsal, gak deh re.” kataku menahan tangan Rena.
“bentar aja Al. Ini pertandingan semi final se Jakarta lo. Ayo donk temenin gue. Kali ini aja.” Rayu Rena.
“tapi Re…..”
“please” Rena memohon padaku. Memang sih selama pertandingan aku gak pernah nemanin Rena.
“ ya udah deh.” Akhirnya aku pasrah dan mengikuti Rena ke lapangan futsal sekolah. Selama tournament futsal aku gak pernah sama sekali ngikutin perkembangan futsal sekolah. Sebelumnya sih antusias banget buat nonton tapi belakangan sejak sekolah kalah terus dan selalu jadi runner up jadi gak ada gairah buat nonton lagi. Aku hanya membayangkan kekalahan terulang kembali walaupun itu gak diharapkan.
Aku dan rena duduk dibagian paling depan untuk melihat pertandingan lebih jelas semua sudah bersorak agar pertandingan segera dimulai. Aku melihat tim lawan telah mulai pemanasan dan hanya ada beberapa penonton dari tim itu yang duduk di bangku penonton didekat mereka bersiap-siap. Tapi, Tim dari sekolahku belum memasuki lapangan indoor futsal sekolah. “Mungkin mereka masih bersiap-siap” batinku. Penonton bersorak semakin meriah, dan aku tersentak bahwa tim futsal sekolah sudah berada di lapangan. kulihat Rena exited sekali melihat pertandingan. Aku sih biasa-biasa aja, gak terlalu penting juga. Soalnya udah males ngitkutin futsal yang gak pernah menang.
“siapa kaptennya Re?”
“mmmm, Dion deh kayaknya.”
“ha?? Dion??” aku kaget mendengar kata Dion. Dion yang jadi kapten, menurutku sih aneh aja, aku pikir dia cuma iseng masuk futsal. “eh, gue kantin bentar ya. Mau beli minuman, haus !”
kembali dari kantin aku melihat Dion yang sepertinya ingin berbicara denganku. langsung saja aku menghampirinya sekalian ngasih semangat untuk sahabatku itu.
“hai, yon. good luck ya. sekolah kita harus menang.” ucapku sambil tersenyum.
“oke. lo nonton kan?” aku mengangguk. Dion tersenyum dan kembali lagi ke tim futsalnya karena sebentar lagi pertandingan akan dimulai. aku segera menuju ketempat Rena di bangku penonton. Pertandingan futsal akhirnya dimulai juga, sorak sorai penonton memeriahi lapangan. aku mengambil beberapa foto pertandingan dengan kamera. kayaknya kali ini tim sekolahku ketemu lawan yang seimbang, karena dari tadi udah lebih 5 menit pertandingan berlangsung belum juga ada yang mencetak angka.
“kedudukan masih kosong kosong . . .”
ucap komentator lewat microphone. aku gak terlalu suka dengan celotehan. Mending nonton aja dari pada ngomong ga jelas, tapi gak pernah ngerasaain bertanding dilapangan bisanya cuma ngomong doank. semua murid sekolah memberi semangat tim lewat yel-yel yang sudah mereka siapkan bersama di pandu sama anak-anak ekskul seni.
akhirnya babak kedua juga yang memberi kesempatan untuk kemenangan sekolahku. Lewat pelanggaran yang dibuat salah seorang dari tim lawan, Dion berhasil mengunggulkan score hingga sekolahku menang satu angka dari tim lawan. Sontak semua murid bersorak setelah tanda berakhir pertandingan dibunyikan tanpa terkecuali kepala sekolahku yang langsung berlari menyambut kemenangan dengan menyalami guru olahraga sekaligus coach dari tim futsal sekolah. Semua penonoton pun bersorak dengan meriah. Tapi, aku segera keluar dari lapangan meninggalkan Rena yang sibuk memberi perhatian pada gebetan barunya, anggota tim futsal. Aku senang akhirnya menang lagi setelah 3 tahun berturut-turut dikalahkan, sekarang gelar itu kembali lagi, dan sahabatku yang jadi kaptennya.
“pi??? Papi??” aku memanggil Papi dan mencarinya hingga keruang kerjanya. Tapi, aku tidak menemukan Papi, malah ngeliat Mami di depan TV aku menghampiri Mami dan mencium pipinya. “Mi, Papi mana? masa jam segini belum pulang?”
“Papi lagi ada urusan sama temennya. tadi sih udah pulang, trus pergi lagi, reunian bareng temen lama katanya”
“ya elah Papi pake reunian segala. kayak anak muda aja”
“hahaha, Papi kamu kan awet muda tu. Mami tidur dulu ya. capek banget di butk tadi sayang. Selamat malam sweety.” mami mencium keningku
“malam Mami sayang” aku duduk didepan tv dan menonton film tom&jerry. kartun kesukaanku. tiba-tiba terdengar suara dentingan kaca yang dilempar batu. aku langsung keluar dan melihat Dion di depan pintu rumahku.
“ngapain lo? malam-malam gangguin aja” ucapku menghampiri Dion diluar pagar.
“pengen ajak lo jalan-jalan bentar aja ke taman. mau?”
“Boleh, yuk. tapi jangan lama-lama ntar lagi bokap pulang.” aku dan Dion berjalan dari rumahku hingga ke taman. aku mengenalnya sejak SMP. sebelumnya aku tinggal di Surabaya dan pindah ke Jakarta setelah Lulus SD. Dion lah orang pertama yang aku kenal di komplek ini. Aku tahu satu hal, ternyata Dia orang yang susah bergaul dan menerima orang di sekitarnya. sejak bersamakulah Dion mulai berani membuka diri dan akhirnya mempunyai beberapa teman cowok di SMP sampai sekarang aku masih sering nongkrong dan main bareng Dion.
“kita main basket yuk. ada bola tuh” ucap Dion menarikku ke lapangan basket kayaknya udah dua tahun aku dan Dion gak main basket malam-malam kayak gini. seru juga deh kayaknya. Aku tersenyum pada Dion yang mulai mendrible bolanya lalu tanpa aba-aba aku mengejarnya untuk merebut bola. tapi, dengan cepat pula Dion mengelak dan bola masuk ke ring. sekarang giliranku mendrible bola, dion mengambil ancang-ancang di depanku dengan tenang. Dan aku yakin akan mengalahkannya.
“hahahaha, kalah kan lo” 15 menit berlalu dan Dion berhasil mengalahkanku.
“itu cuma karena gue ngalah kok weq” aku mencibir pada Dion.
“udahlah. yang kalah tetep kalah kok” mendengar itu aku menghela nafas. Dasar Dion bathinku.
“balik yuk ntar bokap lo pulang."
“bentar lagi deh, langitnya bagus tuh. banyak bintang.” tapi, tiba-tiba Dion berdiri dan berjalan meninggalkanku. aku merasa bersalah dan mengejarnya tanpa sadar memegang tangannya.
“yon, gue belum bilang selamat atas kemenangan tadi. selamat ya”
“makasih” ucap Dion dengan senyum. Selanjutnya Aku dan Dion berjalan hingga sampai dirumahku. dan kulihat belum ada mobil Papi. syukur deh. pikirku.
“so, gue balik kerumah dulu ya. malam, tidur nyenyak ya” dion mengedipkan sebelah matanya padaku. dan aku hanya tersenyum penuh tanda tanya. sebelum sempat mencegah Dion balik badan dan menuju rumahnya yang berada di depan rumahku. aku hanya sempat berkata “selamat tidur juga” pada Dion tapi, aku gak tau Dion dengar atau gak. seraya masuk kedalam rumah dan langsung kekamar tidur. Aku sedikit susah tidur malam ini gak tau kenapa. Tapi sejam kemudian aku berhasil memejamkan mata, tidur dengan tenang diiringi musik-musik ringan malam yang memebuat malam ini makin romance dari ipodku.
***
Besoknya di sekolah semua pada ngerayain kemenangan kembali futsal sekolah kami dengan bangganya. Semua guru bahkan kepala sekolah sangat bahagia dengan kemenangan kembali pada tim sekolah dan akhirnya tim sekolahku lah yang akan menjadi wakil untuk final tingkat nasional. Aku rasa Dion harus lebih kerja keras lagi karena dia lah sekarang yang menjadi bintangnya futsal sekolah sejak berhasil membawa kemenangan pada sekolah ini dengan dia sebagai kaptennya. Aku hanya tersenyum melihat semua guru dan siswa menjadi lebih dekat dan akrab lagi karena hal ini karena pagi ini di sekolah kepala sekolah gak henti-hentinya memberi semangat kepada para pemain futsal untuk terus berusaha berlatih agar bisa menang pada tingkat nasional nanti dan mereka akan berhadapan dengan SMA dari Surabaya. Semua anggota futsal ditraktir makan di kantin sama kepala sekolah dan nanti malam kamu juga ngadain acara untuk memperingati kemenangan terpenting ini semua siswa-siswi yang di adakan di sebuah kafe yang telah kami persiapkan untuk celebration kemenangan kami.
Aku dan Rena yang pagi itu datang berbarengan hanya sekedar melewati kantin yang sibuk dengn ocehan kepala sekolah tentang kebanggaannya. Ntah lah kalau ada yang menang dan bawa nama sekolah aja, baru turun tangan tu pak kepala tapi kalau gak ada apa-apa boro2 dikasih dana diliat aja kagak. Aku hanya menarik alis keatas dan saling berpandangan ke Rena. Dan saat nyampe kelasa Rena bertanya tentang persiapan ntar malem di Kafe untuk celebration.
“gimana ntar malem Al? Udah beres donk.”
“apa sih yang gak beres kalau gue yang dikasih tanggung jawab. Iya gak.” Aku tersenyum dan mengedipkan mata pada Rena.
“cool. Ntar malem lo pasti ikut ya.”
“ya iyalah gimanapun caranya.” Ucapku pasti.
Dan inilah masalahnya saat aku akan bersiap-siap untuk acara celebration kemenangan futsal tiba-tiba Mami mengetuk pintu kamar dan membawa sebuah gaun yang sangat elegan berwarnah netral yang terlihat mewah. Aku gak tau buat apa Mami ngebawa baju itu kekamar tapi, melihat ukurannya adalah ukuran tubuhku yang lebih tinggi dari mami itu meyakinkanku bahwa itu bukan punya Mami. Gaun itu terlaihat cantik dan mewah, tapi kalaupun itu untukku aku akan sangat tidak nyaman memakainya. Karena itu bukan tipeku, aku anak yang hanya akan memakai pakaian yang tidak rumit dan tidak terlalu terbuka, dan baju yang Mami hadapkan padaku hari ini adalah baju yang paling susah untuk ku menerimanya. Pertama, karena itu gaun yang formal, kedua menurutku terlalu terbuka dibagian pundak dan punggu.
“Mi, buat siapa bajunya.?” Tanyaku spontan bergidik melihat pakaian itu.
“kali ini gak ada kata gak ya sayang, kamu harus pake baju itu. Kita akan makan malam di rumah om Tanto teman Papi yang dari Surabaya. Karena dia baru aja pindah ke Jakarta yang sayang.”
“tapi, Mi..” Mami gak mau mendengarkan aku yang ingin protes tentang gaun itu. Karena dia berlalu begitu saja meninggalkan kamar sebelumnya berucap.
“please kali ini gak ada kata enggak sayang.” Mamipun langsung pergi.
“ya ampun, trus celebration nya gimana. Aduuh gue gak bisa ikut donk kalau gitu. Ahhh, kenapa dadakan gini sih Papi.” Aku merajuk sendiri didalam kamar dan menjatuhkan diri keatas kasurku. (Bersambung.)
Komentar
Posting Komentar