Cerpen Ketika Kamu Pergi
Aku berusaha membuka mataku yang
terasa masih berat, mungkin tidur larut bukan jadi kebiasaanku. Dan itu memang
benar. Aku terpaksa harus tidur jam 2 dini hari karena tugas sekolahku belum juga
selesai. Dan sekarang sudah jam 7. Huh,
gue telat bathinku. Dengan cepat aku
bangkitkan tubuhku dan langsung kabur menuju kamar mandi. Pintu kamarku di
ketuk oleh kakakku dan menyuruhku cepat untuk sarapan. Aku hanya berucap ya dan lalu dia pergi. Kenapa sih setiap
akhir akan ujian selalu banyak tugas dan membuatku harus tidur larut untuk
menyelesaikannya. males banget bikin
tugas kayak ga ada kerjaan lain aja. Dasar sialan. Setelah selesai mandi
aku memasang seragam ku. Mempersiapkan semua perlengkapan sekolah. Berdiri
sebentar menenangkan pikiran kira-kira apa yang mungkin akan ketinggalan.
Setelah ku pastikan semua aman tak ada yang kurang--setelah dua kali memeriksa tas dan kantong ku untuk memeriksa
uang ataupun hp yang tinggal--akupun meninggalkan kamar dan menuju ke meja makan untuk sarapan. Disana
telah berkumpul kak Doni dan kedua orang tuaku yang juga sudah siap untuk
berangkat kerja. Ibuku seorang wanita karier yang sebelum dia menikah telah
memiliki usaha toko kue di salah satu mall dan ayahku bekerja di perusahaan
pemasaran mainan dari berbagai Negara. Perusahaan itu awalnya adalah usaha
keluarga dan sekarang di jalankan oleh ayah, sejak kakek meninggal. Aku anak
kedua dari dua bersaudara. Sebelumnya kami tinggal di Australia dan sejak kakek
memutuskan meninggalkan perusahaan dan di serahkan pada ayah, maka kami pun
akhirnya pindah ke Indonesia. Ibuku yang sebelumnya sempat menjual tokonya
kembali mencari kegiatan dan akhirnya dia menemukan kembali tempat yang bagus
untuk kembali berjualan kue. Aku dan kak Doni ga marah kalau mereka berdua
selalu bekerja, hanya saja jangan pernah melupakan kami yang ada dirumah. Jadinya ibuku pulang
sebelum ayah tiba dirumah sementara itu aku hanya mencari kesibukan ku sendiri
dengan teman ataupun dengan hanya bermalas-malasan dirumah. Ayahpun jarang
untuk pulang larut dia selalu berusaha untuk pulang sebelum makan malam. Dan
kami selalu menghabiskan waktu sampai mengantuk dengan mengobrol ataupun menonton di ruang keluarga.
Sejak aku SMA dan kak Doni kuliah kita semakin jarang buang-buang waktu dirumah, jadi setiap malam kami tetap
berkumpul tapi dari pagi sampai sore aku dan kak Doni menghabiskan waktu di
tempat masing-masing.
“kak,
hari ini anterin gue ya. Mobil lagi di bengkel. Hehe. Udah waktunya kak.” Aku
berkata pada kak Doni setelah meneguk habis susu di atas meja dan kak Doni yang
sedang memakan roti dengan telur dadar kesukaannya langsung menatapku sewot.
Aku
mendapatkan izin mengemudiku 2 bulan yang lalu dan aku mendapatkan mobil sejak setahun yang lalu. Tapi
karena belum ada SIM aku tidak diizinkan memakainya. Mobil itu adalah hadiah ke 17 tahun ku.
Setelah mobil itu sudah didepan mata maka aku dengan sangat berusaha keras
untuk lulus tes mengemudi dan mendapatkan simku.
“gimana
sih cara kamu make mobil. Baru 2 bulan udah ada di bengkel.”
“maaf
kak, kemaren ga sengaja nabrak pohon karena ngindarin kucing.” Aku tersenyum
dan kak Doni menanggapinya dengan ogah. “ya kak ya. Anterin” lanjutku memelas
dengan tampang imut yang menjijikan. Dengan bantuan dari tatapan kedua orang
tuaku yang seperti akan membunuh kak Doni kalau tidak mengantarkanku. Kak Doni
hanya marah dengan pasrah lalu mengangguk yang artinya dia setuju untuk
mengantarku walau dengan terpaksa. Aku mengedipkan mata pada kedua orang tuaku
dan berucap terima kasih tanpa suara mereka berdua tersenyum dan melanjutkan
sarapan.
***
“kalau
bukan karena nyokap-bokap kakak ga mau ngaterin kamu.” Mobil kak Doni bergerak
ogah-ogahan menuju sekolahku. Dia sepertinya juga terlambat apalagi harus
mengantarku mungkin akan membuatnya semakin telat. Aku merasa bersalah juga
maksa dia nganter. Maaf kak, tapi
ternyata gue juga telat. Sorry. Walau ga mau mengantarku kesekolah. Tapi
mobil kak Doni cepat juga nyampe sekolahku. Mobil kak Doni berhenti tepat di
depan gerbang sekolah yang akan tutup sebentar lagi. Dan aku langsung
terburu-buru masuk dan mengucapkan terima kasih ke kak Doni.
“thanks
kak. Maaf nyusahin.” Aku langung berlari kedalam sekolah dan gerbang langsung
ditutup. Aku berlari kekelas karena hari ini ada ulangan mendadak dari guru
fisikaku. Lima menit yang lalu pesan Lia dalam sms yang dia kirim. Tepat tiba
didalam kelas buk Diya mengizinkanku masuk karena ujian belum di mulai.
Biasanya dia sangat ketat dan ga suka dengan keterlambatan. Huh, aku lega dan
menghela nafas, mengaturnya agar tidak terlalu memperlihatkan kelelahanku karena berlari. Aku duduk di
sebelah sahabatku Lia.
“eh,
lo kok telat sih? oya Belajar ga, gue ga ngerti nih. contekin ya.”
“hehe,
ia. Mobil gue di bengkel. Tadi kak Doni yang anter. Gue juga telat bangun
tadi.” Jelasku. Buk Diya menatap kami dan aku langsung diam dan menatap pada
kertas ujian ku lalu mulai berkonsentrasi menjawabnya. Lia sesekali memanggilku
dan menyuruhku membuatkan jawabanku pada kertas yang lain dan memberikannya
padanya. Dengan cepat kuselesaikan soal ulangan itu dan menyalinnya pada kertas
lain lalu kuberikan pada Lia. Waktu yang tinggal sedikit ku gunakan untuk
membaca dan melihat kembali jawabanku mungkin ada yang keliru atau salah
menulisakan angka atau mungkin salah jalan. Aku rasa semuanya aman dan tepat
saat aku selesai memeriksa jawabanku bel berbunyi langsung kukumpulkan kertas
ulanganku. Buk Diya keluar kelas saatnya pergantian guru. Sekarang yang
mengajar dikelasku adalah guru bahasa Indonesia pak Rian yang sangat jago
membuat puisi dan sangat ahli membuat kami tertawa. Satu kata aku sebutin bisa
dibikin satu bait puisi. Bener-bener sastra nih orang. Pelajaran hari ini ga
gitu membosankan juga, pokoknya selama aku belajar bahasa dengan pak Rian ga
pernah ngerasa bosan. Itulah kelebihannya, belajar bahasa Indonesia jadi ga
rumit sama pak Rian.
Saat istirahat tiba, Lia
langsung menarikku menuju kantin. Aku hanya mengikutinya dengan pasrah saat dia
membawaku ke kantin. Aku dan Lia duduk disalah satu meja setelah memesan
makanan. Sambil menunggu makanan kami datang seperti biasa kita suka ngeliat
anak-anak kelas 1 yang baru masuk, yah sekedar buat hiburan nyari-nyari
brondong. Mumpung lagi jomblo.aku
baru saja kehilangan orang yang paling spesial dalam hidupku dam itu ngebuat
aku masih belum mampu membuka hatiku untuk orang lain karena bagiku walau
raganya gak ada didunia ini tapi hatiku masih terus untuknya. Aku masih belum
mampu menutup rasa sayangku.makanya sampai sekarang aku masih sendiri, ini
sudah setahun sejak kepergiam Miko pacarku. Sedang Lia
lagi di deketin sama anak kelas 2 tapi Lia nanggepinnya biasa aja karena dia
emang ga niat pacaran sama brondong. Beberapa hari yang lalu sih dia bilang
lagi dekat sama seorang cowok yang kelasnya berada di sebelah kelas kami tapi
tu cowok belum ada nyali buat ketemu langsung ya udah Lia juga ngediamin aja
dulu, kalau dia emang niat dan bener-bener mau ngedeketin pasti udah berani
dari dulu. Karena ga berani ngapain juga terlalu di harepin, mau emang pacaran
sama cowok yang ga da nyali.
“wah,
udah datang nih makanannya. Makasih buk. Hmmm. Mari makan” Lia langsung melahap
makanannya. Begitupun aku.
“
Bagi donk.” Tiba-tiba Riki datang dan langsung memakan-makananku yang baru saja
ingin ku lahap.
“Rik,
ah, lo nih. Ganggu orang lagi asik makan aja.” Aku marah dan mengambil makanan
ku kembali. Lalu memakannya tanpa
menghiraukan Riki lagi.
“mmmm,
pelit lo.” Ucapnya marah dan duduk disebelahku.
“kalau
mau. pesan lagi. Ntar gue yang bayar.” Kataku supaya dia ga ngambek.
“wah,
beneran?” tanyanya. Aku menganguk. “tumben lo baik?” ucapnya setelah dia
memesan makanannya.
“gue
kan emang selalu baik sama lo.” Aku mengedipkan mata ke Lia. Dan Lia mengerti
maksudku, kalau aku dan Lia ngebaikkin Riki pasti Riki ngijinin kita nebeng mobilnya.
“ia Ki, kita kan emang sahabat
terbaik lo !” ucap Lia tanpa tanda tanya.
“
oh gue ngerti maksud kalian sekarang” Riki melihatku mngedipkan mata pada Lia
dan dia tahu pesekongkolan kami. “bilang aja mau apa dari gue. Huh dasar lo berdua ya, selalu ada keinginan dibalik
kebaikan”
“hehe,
kok lo tau sih?” kataku nyengir. “ga jauh-jauh kok, ke bengkel aja. Gue mau
jemput mobil gue. Tapi kalau lo bersedia nganterin kita ke mall juga gapapa.
Kita pasti ga marah ma lo.” Tambah ku dengan wajah yang paling innocent yang ga
bakal di tolak orang. Bersamaan dengan itu makanan Riki datang. Dia diam dan
berkata
“gue
ga jadi makan deh”
“eh,
kok gitu sih, udah gue beliin juga. Makan donk. Ya udah anter ke bengkel aja
gapapa. Ok? Kakak gue marah tadi, dia ga mau jemput gue. Pliss, lo kan sahabat
gue paling baik, ganteng, pinter lagi, tolong donk Rik.”
Aku memelas sekarang.
“
oke deh, tapi anter lo aja ya, soalnya gue harus jemput bokap di bandara.” Riki
menyetujui dan melahap mie yang dipesannya.
“Makasih,
Rik.”ucapku dan Lia berbarengan. Dia hanya tersenyum cemberut. Sebenernya aku
tahu dia cuma becanda, dia paling suka nganterin Lia, kemana aja Lia mau. Jadi
mustahil dia nolak. Dari awal Riki suka Lia, tapi kayaknya Lia ga. Jadi Riki
diam aja dan ga pernah ngedeketin Lia, takut ngerusak persahabatan kita. Aku
sih fine aja kalau Riki sama Lia. Tapi ga tau Lianya sih.
Istirahat
udah selesai, Riki, aku dan Lia kembali kekelas masing-masing. Pelajaran
berlanjut dengan lancar sampai saatnya pulang. Aku dan Lia menunggu Riki digerbang,
Riki langsung datang dengan mobilnya. Kamipun langsung masuk ke dalam mobil Riki dan duduk di bagian belakang.
Didepan di samping tempat pengemudi ku lihat Riki duduk di sana, sedangkan yang
berada di belakang stir mobil ada seorang cowok, memakai seragam sekolah sama
seperti Riki, aku dan Lia tetapi aku tak mengenalnya. Tanpa memperpanjang
pemikiranku tentang siapa yang berada di sebelah Riki, dia langsung
memperkenalkan siapa yang ada disebelahnya. Dan kenapa bukan dia sendiri yang
mengendarai mobilnya.
“oya, ladies. Kenalin supir baru
gue, hehe. Egi. Gi kenalin ladies-ladies ini sahabat gue. Yang dikiri yang
lebih imut, manis, keliatan lebih pintar dan berwawasan itu namanya Rena, dan
disebelahnya terlihat lebih suka dandan dan suka jalan-jalan adalah Lia.”
“hai ladies, gue Egi. Dan ralat
gue bukan sopir nih orang gila di samping gue.” Ucap Egi pada kami berdua, dan
Riki diam cemberut ngeliat ke Egi. Dari posturnya Egi sepertinya sering olahraga,
badannya bok, bikin gue geregetan.
Dengan cepat kami berempat beradaptasi dengan Egi dan kita becanda-canda bareng
seolah kita udah lama dekat. Wajar aja Riki dan Egi cepat akrab dan jadi
sahabat. Mendengar ceritanya Egi dan nyokapnya pindah beberapa hari yang lalu
ke Indonesia. Oke aku akui aku mulai tertarik dengan sikapnya, dia sopan, cara
bicaranya lembut, dan lucu juga sih. Tapi, ntahlah sesaat aku berpikir bahwa
aku seperti sedang bersama Miko saat aku
berbicara dan bercanda dengan Egi. Egi seperti Miko baru, yang hadir dalam
kehidupan kami bertiga. Dulu aku dan Lia bersahabat dan lalu saat aku
berpacaran dengan Miko, aku dan sahabat Miko yaitu Riki menjadi dekat. Setiap kita pergi jalan-jalan
selalu berempat. Sekarang Miko ga ada lagi. Kecelakaan pesawat merenggut nyawa
cowok spesialku itu. Saat kembali dari liburannya, pesawat yang ia tumpangi
kehilangan kendali dan jatuh. Setelah beberapa hari pencarian barulah pesawat
itu di temukan. Dan setelah diteliti tak ada satupun yang selamat dalam
kecelakaan itu. Selama kurang lebih satu tahun, aku ga pernah menghilangkan
peristiwa itu dari ingatan. Tak ada senyum tulus yang hadir pada wajahku, tak
ada semangat lagi dihidupku. Aku selalu memaksakan senyuman, sebenarnya itu
hanya tentang keilkhlasan. Aku yang belum ikhlas menerima kepergian Miko. Dan
pada suatu hari saat pertengahan semester ke 4 aku dibantu Lia dan Riki mampu
mengurangi rasa sedih dan ketidakikhlasan itu dengan mencoba mulai fokus pada
pelajaran. Sampai sekarang aku sadar Miko sudah tenang disurga sana dan dia
pasti akan sedih kalau aku ga ngejalani kisahku dengan sepenuhnya karena aku
tau yang mati itu pasti dan ga ada yang kekal. Tuhan, seandainya ada satu
kesempatan sebelum kehilangan Miko, aku ingin bilang bahwa sampai kapanpun,
rasa sayangku ke dia ga akan pernah hilang karena, perasaan ini hanya akan
tersimpan di dalam hati ini sampai kta bertemu di surga nanti.
***
Makan malam berlangsung seperti
biasa. Ayah mulai bicara tentang kantor yang mulai makin sibuk menjelang akhir
tahun. Begitupun dengan Bunda yang di toko banyak pesanan kue untuk tahun baru.
Aku hanya fokus pada makanan dan terpikir Egi. Aku keingat tawa Egi yang sangat
mirip dengan Miko. Ketawanya yang sangat cool memperlihatkan gigi putihnya yang
rapi dan terawat. Tapi lamunanku di ganggu oleh pertanyaan kak Doni.
“dek, mobil kamu udah sehat ya?”
tanya kak Doni nyindir.
“ iya. Jadi kakak ga perlu
nganter lagi kesekolah besok. Oya Pa, Ma. Aku sudah siap. Rena ke atas dulu ya. Malam” aku
memang sudah selesai makan dan sangat terburu-buru untuk kekamar. Tapi Mama menahanku.
“ kenapa buru-buru?” tanya Mama
“
mau bikin PR” ucapku singkat dan menghampiri mama lalu mencium kedua pipinya
begitu juga papa. “malam ma, pa. love you.” Aku langsung ke kamar dan tak
berapa lama setelah itu kak Doni pun menyusul kekamarnya. Aku mengetahui itu
karena ngedenger suara pintu kamar di sebelah kamarku ditutup sedikit keras.
Kamar kak Doni denganku bersebelahan di
lantai dua, sedang kamar papa dan mama di bawah. Sebenarnya ga ada PR sih,
alasan aja pengen buru-buru keatas. Sore tadi Riki sms dan ngajakin nongkrong
di kafe baru yang buka dekat pantai, tempat dimana aku, Riki dan Lia melarikan
diri dari masalah di rumah. Biasa kalau malam aku ga akan dibolehin keluar,
jadi ya pake jalan pintas kunci pintu, matiin lampu , lompat lewat jendela.
Kabur dari rumah sebentar. Biasanya gak ketahuan, mudah-mudahan aman ntar
sampai pulang. Ga berapa lama mobil Riki udah ada di depan jedela kamar, aku
langsung lompat dan naik kemobil yang sudah ada Lia dan Egi. Egi? Tu cowok ikut
juga. Wah gaswat ini !
***
“kok
lo ngajak Egi si Rik.” Ucapku pada Riki saat Egi dan Lia sedang memesan makanan
kedalam kafe. Aku dan Riki duduk di luar kafe.
“emang
napa? Gapapa kali. Dia kan Sahabat gue juga. Kasian gue dia dirumah terus sejak
pindah dari Ausie. Dia kesepian banget.
Jadi, ya gapapa kan gabung ma kita.” Ucap Riki bikin aku prihatin. Bener juga
sih, kasian dia. Emang Riki ga nyaadar ya Egi mirip banget ma Miko, bisa-bisa
aku galau lagi ni. Aku jadi diam dan bengong sendiri, kepikiran tentang Miko.
Udah hampir 2 tahun aku masih mengingat dia dengan jelas. Susah banget lupain
cinta pertama.
“hoi,
hallo. Are you here Rena?” Egi mengembalikan aku ke dunia nyata kembali. Aku
jadi malu karena kebanyakan bengong.
“eh,
ia gi. Riki mana?”
“tuh,
kesana beli jus sama Lia. Oya ni makanan lo.”
“thanks
ya.” Senyumku. Egi juga ngebalasnya dengan senyum ngebuat aku menginginkan Miko
kembali. Senyumannya. Oh God, apa yang
harus hamba lakukan. Aku hanya berani diam-diam memandangi Egi yang berdiri
menghadap laut dan aku berada di belakangnya.
“
hei guys. Mana jusnya ?” Tanya Egi saat Riki dan Lia berada didekat kami.
“ntar
diantar.” Ucap Lia dan duduk melahap makanannya.
“Cukup
dingin ya” alihku pada Lia. Lia hanya berdehem sesaat dan focus lagi pada
makan. Riki yang sedari tadi berdiri menatap laut dengan Egi, berjalan ke
arahku.
“tumben
lo ga bawa jaket?” ujar Riki.
“hmm,
iya nih. Lagi pula gapapa baju gue lengannya juga panjang.” Tiba-tiba Egi
berjalan ke arahku dan memakaikan jaketnya padaku.
“ga
usah” tolakku dan mengembalikan jaketnya. “ga separah itu kok.”
“yakin?”
tanyanya dengan kening mengkerut.
“mmm
gak juga sih,,” nyengirku. Dengan terseyum Egi memakaikan jaketnya kepadaku dan
dengan cengiran teman-temanku.
“mmm,
maunya lo!!” ucap Riki.
Kami
berempat menghabiskan waktu lebih dua jam di pantai, malam ini emang kerasa
beda banget dinginnya. Ga tau deh kenapa apa Cuma aku aja yang ngerasain atau
emang suasananya kayak gitu. Tapi aku liat Egi dengan kausnya yang pendek
nyantai aja jalan-jalan di pantai malam-malam kayak gini.
“hhmmmmm”
aku mengehela nafas dan berhenti sebentar melihat kearah laut. Banyak
lampu-lampu Nelayan yang sedang berlayar nyari ikan di tengah laut aku
termenung melihat itu sebentar. Riki dan Lia sedang bermain air di tepi pantai.
“kenapa?”
Tanya Egi yang sedari tadi berada disampingku. Saking asik dengan pikiranku
sendiri aku lupa ada Egi. Aku hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Egi. Masih
sama-sama memandang ke laut. “kayaknya kerja di tengah laut asik juga” ucapnya
tiba-tiba. Aku memandangnya heran.
“gak
tau apa yang akan terjadi ditengah laut. Yang mereka ingat hanya satu tujuan
mereka ke sana Cari ikan sebanyak-banyaknya
minimal untuk makan hari esok bisa tercukupi. Hmmm, kita harus bersyukur dengan
diri kita sekarang.” Ucapku ngelantur
sendiri. walau aku terus memandang ke laut, aku ngerasa Egi terus
memperhatikanku. Aku jadi gugup juga dan mencoba mengarahkan kepalaku untuk
menatapnya, tapi yang kulihat dia buru-buru memalingkan wajahnya dan
mengalihkan perhatian.
“hmmm,
udah makin malam nih. Pulang yuk.” Ucapnya dan memanggil kedua sahabatku yang
asik bermain di tepi laut. Aku masih memandangi laut dan baru akan
meninggalkannya saat Lia menarik tanganku ke mobil. Dan aku sadar Egi memang
mirip dengan Miko. Tapi, Egi bukan Miko-ku.
Setelah
Riki mengantar Lia dan memastikan cewek itu benar-benar selamat sampai di
rumahnya-seandainya boleh masuk pasti tu anak bakal pastiin Lia udah nyampe
kamar, sayang bokapnya galak banget- aku di antar Riki tepat di depan pagar
tempat aku melompat tadi. Saat mobil itu hilang dari pandangan aku langsung
mencari tali yang bisa membawaku ke lantai atas kamar lalu membuka jendela
dengan sangat hati-hati supaya gak ngebuat ribut. Setelah semua aman jendela
ditutup dan tali aku simpan, aku langsung ganti baju dan tidur dengan tenang.
Jam menunjukkan pukul 12 malam lewat 15 menit. Dalam sekejap aku masuk juga ke a lam mimpi
yang indah dan tenang. Mmmm, met malam
guys gumamku setelah berdoa sebelum tidur.
Beberapa
hari berlalu dan kami berempat semakin dekat . ga bisa aku bohong kalau Egi
memang benar-benar menarik perhatianku. Saat
di sekolah dia selalu bikin lelucon yang konyol dan anehnya itu buat aku
terpesona. Selain ganteng dia emang jago banget bikin orang ketawa. Dan aku
baru tahu Egi juga jago basket. Jelas terlihat gimana dia dengan gampangnya
bebaur di klub basket sekolah dalam waktu dekat. Wah, dalam waktu dekat aku
bakal banyak saingan nih, karena cewek-cewek makin kenal Egi dan pastinya nanti akan makin
tergila-gila. Egi ramah banget si soalnya.
“eh,
ngelamunin apa si? Masih pagi tau.” Ucap Egi yang tiba-tiba udah ada di
depanku. Aku sedang duduk di kelas menunggu Lia yang belum juga datang, aku
yakin hari ini pasti telat lagi tu anak. Lia kalau gak di anter atau gak aku
jemput pasti telat deh datangnya.
“loh,
lo ngapain disini?” balasku padanya.
“emang
gak boleh ya kekelas lo?”
“ga
ada yang larang sih? Tapi ada apa?” tanyaku lagi.
“
pengen ketemu lo aja.” Aku hanya menatapnya heran berharap ia melanjutkan
kata-katanya dan ternyata itu ga terjadi. Tanpa pikir panjang aku berdiri dan
menarik tangannya ke luar kelas. Gak tau kaki ini mau ngajak kami kemana. Tapi
akhirnya aku berenti di salah satu ruangan, aku ingat tempat ini. Tempat dimana
aku dan Miko sering menghilang dari teman-teman yang lain bahkan bolos Cuma
buat main piano. Aku gak tau kenapa aku ngajak Egi ke sini. Pada dasarnya aku
sadar bahwa aku butuh Egi sementara karena rinduku pada Miko. Udah 2 tahun, aku
butuh dia. Aku kangen Miko, sory Gi gue manfaatin kemiripan lo sama Miko demi
kepentingan gue.
“Re,
kita ngapain disini ?” Tanya Egi heran. Aku hanya membuka pintu dan masuk
kedalam ruangan itu. Ruangan seni musik yang udah lama gak kepake lagi. Aku masuk dan duduk
di kursi piano yang udah kotor dan berdebu. Kulihat Egi hanya memandangku heran
tapi tetap mengikutiku dan duduk di sebelahku. Aku tersenyum menatapnya, seolah
senyumku adalah jawaban keinginanku.
“bantu
gue hari ini Gi.” Ucapku akhirnya “lo bisa main piano?”
“bisa
sih dikit-dikit. Tapi gue lebih jago main gitar. Gimana kalau lo main piano gue
main gitar aja.” Aku menyetujuinya
dan kami memainkan lagu two is better
than one dari boys like girl feat taylor swift. Ternyata suara Egi bagus juga.
Aku gak tau apa yang terjadi yang jelas setelah kepergian Miko inilah pertama
kalinya aku keruangan ini lagi bersama orang lain dan itu bukan miko. Beberapa saat kemudian aku menghentikan
permainanku dan memperhatikan Egi berakustik dengan gitarnya.
“eh,
kenapa berenti?” Tanya egi tiba-tiba dan mengagetkankku.
“ah,
iya, mmmm. Udahan yuk. Balik kekelas.” Ucapku dan lalu berdiri. Tapi Egi
menarik tanganku dan sekarang jarak kami menjadi sangat dekat. Bahkan aku bisa
mencium bau parfum yang bercampur
dengan aroma sabun dari tubuhnya begitu segar. Ntah apa yang kupikirkan
sekilas ada perasaan takut dan nyaman berada dekat disamping Egi, benar2 beda.
Dan aku sangat mengerti arti perbedaan ini. Aku mulai tahu karena sekarang aku
mulai bisa ikhlas menerima hatiku yang sudah mulai jatuh lagi. Aku dan Egi
bertatapan dalam diam dan tiba-tiba hujan turun rintik gak deras. Tapi, karena
keheningan ini seolah aku tahu maksud hujan itu. Wajah Egi ternyata mulus
bahkan tak ada jerawat sedikitpun yang terlihat disana, sepertinya dia memang
selalu menjaga wajahnya. Aku gak bisa berbuat apa-apa, sampai akhirnya kami
berdua sama-sama sadar dan saling menjauhkan diri.
“maaf”
hanya kata itu yang terucap dari bibir lembut Egi.
Tanpa banyak omong aku langsung pergi meninggalkan Egi.
***
Sorenya
kami berempat janjian di kafe saat pulang sekolah. Aku jadi gugup kalau ketemu Egi setelah kejadian tadi.
Sekarang Cuma aku yang baru berada di kafe, sedangkan yang lain lagi sibuk di
remedy sama guru mereka. Aku terduduk lemas di kursi pengunjung dan memesan
segelas capucinno dingin untuk melegakan hati. Sejenak Teringat Miko yang
selalu memaskan segelas capucinno saat kita ngedate dan di date pertama kita
yang aku sendiri kaget dari mana dia tau aku suka capucinno.
“aku
juga gak tau. Karena aku pecinta kopi, bagi aku capucinno adalah campuran kopi
sempurna dan cocok untuk cewek. Hehe” ucap Miko saat itu. Dan aku pikir emang
benar, capucino emang bikin aku jatuh cinta sama dia gak tau kenapa. Tiba-tiba
saat lagi merenung tentang Miko aku melihat Egi datang menghampiriku masih
dengan seragam sekolah. Loh, kenapa dia
Cuma datang sendiri? pikirku.
“hey”
ucapnya dan duduk didepanku. Sambil memanggil pelayan untuk memesan aku terus
tidak bisa mengalihkan perhatian darinya hingga pelayan pergi.
“mana yang lain?” pertanyaanku
hanya dijawab Egi dengan kedua bahu diangkat yang artinya dia gak tahu. Mungkin
ini saatnya aku ngebicarain tentang yang tadi. Aku sendiri bener-bener gak
yakin sama perasaanku. “oya Gi, soal
yang tadi...” belum selesai aku bicara pelayan datang membawakan pesanan Egi
dan Egi memotong pembicaraanku.
“mmm Makanannya enak nih Re.
Mau, aaa. Buka mulut lo” Egi malah menyuapiku dengan makanannya.
“Enak kan? Emang gak salah nih kita
kesini. Suasananya asik juga nyaman” ya ampun Egi malah ngalihin pembicaraan. “
kalian sering kesini. Besok-besok ajak gue juga ya. Lo mau lagi, sini gue
suapin.”
“mmmm, gi udah. Gue udah makan.
Bisa muntah gue kalau makan lagi. Jangan suapin lagi ya. Please” ucapku dengan
mulut berisi makanan. Egi tersenyum dan kami sama-sama tertawa setelah aku
mampu menghabiskan semua yang dimasukkan Egi kedalam mulutku.
Setelah dua jam menunggu, kedua
temanku tidak juga datang. Akhirnya aku dan Egi beranjak dari kafe berniat
pulang. Saat Egi mengantarku dengan mobilnya, dia tidak melajukan mobil ke arah
yang benar. aku hendak protes dan seolah tau yang akan ku katakan Egi langsung
menjawab pikiran-pikiranku.
“Tenang gue gak nyulik lo kok.
Gue Cuma pengen ngajak lo jalan bentar. Gak keberatan kan!” kata-kata Egi lebih
terdengar menyuruh daripada bertanya. Akhirnya aku hanya diam ditempat.
Penasaran Egi akan membawaku kemana.
“Gi, kita mau kemana sih? Gue
jadi bingung nih? Dari tadi gak nyampe-nyampe.”
“masih jauh nih lo tidur aja dulu.” Aku menurut
saja pada Egi. Aku berbaring pada kursi mobil mencoba tidur. Dengan pikiran
bertanya-tanya kemana akan dibawa Egi.
***
Aku mengucek-ucek mataku
beradaptasi dengan situasi. Terakhir kali aku ingat tertidur di mobil Egi. Dan
sekarang mobil berhenti tapi, gak ada Egi dibalik kursi pengemudi. Aku membuka
pintu mobil dan keluar dari mobil, masih belum menemukan Egi. Kulihat jam di handphoneku
menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Ini
di Pantai, ngapain Egi ngebawa aku kepantai malam-malam gini? Pikirku.
Tiba-tiba saat aku sedang berdiri didepan mobil tepat ditepi ombak yang sedang
bermain berkejar-kejaran. Egi datang mengagetkanku.
“hay, kamu udah bangun ya?”
“menurut L? Emang arwah gue yang
berdiri disini” ucapku setengah bercanda. Dan dia tersenyum oh my good jangan tersenyum sekarang deh, lo
bisa ngebuat gue gak tidur ntar malem. Bathinku.
“sewot aja lo. Nih gue bawain
minuman. Sory ya gue gak bawa lo pulang. Kita malah kesini, lo pulang telat ga
papa kan?”
“ya, karena kita udah disini mau
gimana lagi. Thanks ya minumannya. Oya, kenapa lo bawa gue kesini?”tapi,
tiba-tiba aja Egi ngeluarin dompet dari celana belakangnya. Sepertinya dia
ingin mengeluarkan sebuah foto. Dan tebakkan ku benar, Egi mengeluarkan sebuah
foto yang sudah usang dan hampir hancur, aku masih bisa melihat siapa yang ada
dalam foto itu. Wajah dengan senyum yang sangat kukenal. Senyum manis yang
sangat tulus dan terlihat sangat bahagia dalam rangkulannya ada Egi. Aku
tersentak kaget, ternyata yang sedang tersenyum dan merangkul Egi adalah Miko.
Mikoku orang yang berhasil membuatku tersenyum bahkan saat sedih, orang yang
sangat ku sayang. Orang yang menghilang dua tahun yang lalu dan berhasil
membuatku tidak bisa melupakannya. Orang selalu menemaniku dan membuatku tidak
bisa berhenti memikirkannya. Dan aku gak bisa ngomong apa-apa saat foto itu
berada ditanganku. Aku temenung, apa hubungan Egi dengan Miko? Sebuah
pertanyaan yang hanya bisa dijawab Egi sekarang.
“gue tahu lo bingung. Kenapa tu
foto ada sama gue. Michel itu adalah saudara kembar gue. Mungkin terkadang lo
bingung karena ada beberapa hal dari fisik gue yang mirip sama Michel. Dan
sekarang lo tau jawabannya, gue dan Michel adalah saudara kembar. Tapi sejak
bokap nyokap pisah, Michel dibawa bokap kembali ke Indonesia. Sedangkan nyokap
tetap berada di Australia. Gue gak pernah lagi ketemu Michel sejak umur 9 tahun, bahkan bokap gak
ngijinin Michel liburan di Australia. Sampai akhirnya Michel nekat ke Australia
saat liburan sekolahnya. Ya saat lo jadi pacarnya dia. Michel ke Autralia dan
gak balik ke Indonesia, sedangkan lo disini nyangka dia liburan ke Eropa dan
meninggal dalam kecelakaan pesawat. Semua itu udah diatur oleh gue dan Michel
atau panggilan kesayangan lo siapa? Miko? Aduh kenapa sih aneh gitu namanya.gak
ada panggilan sayang yang lain apa?” untuk yang satu ini sebenarnya aku
kepengen protes tapi keburu dipotong lagi sama dia. “ Michel nyuruh gue masukin
namanya didaftar pesawat yang akan kembali dari Eropa ke Indonesia. Gue gak tau
apa alasannya, dan itu aneh banget jelas-jelas dia gak bakalan pulang buat apa
namanya ada disitu xoba? Dibuat seolah-olah Michel ada didalam pesawat itu.
Padahal, dia sama sekali gak pernah ada di pesawat itu. Tiba-tiba pesawat itu
jatuh dan menghilang. Gue rasa itu emang rencana Michel, sepertinya dia emang
udah punya feeling dengan pesawat itu dan apa yang akan tejadi sama dia. Michel
sebenarnya sakit leukimia dan gak mau dioperasi. Dia Cuma mau ketemu gue sama
nyokap. Michel gue paksa untuk ikut pengobatan di Australia. Dia mau beberapa minggu
ngejalanin pengobatan. Dia banyak cerita tentang lo dan gue janji sama dia akan
ngejagaain lo. Beberapa hari setelah perjanjian gue dan Michel, dia pergi
dengan tenang ninggalin gue, nyokap, bokap dan lo.”
“tepatnya kapan kejadian itu?”
“seminggu setelah kecelakaan
pesawat yang gue rakayasa.”
Aku hanya tertunduk lemas
mendengar cerita panjang lebar Egi, dan entah apa yang membuatku langsung
percaya dengan omongan egi. Tapi Egi tampak meyakinkan, walau ada sedikit
keraguan tapi foto yang diperlihatkan Egi memang terlihat asli dan gak bisa
dipungkirin itu emang foto asli dan tertera tanggal bahkan jam di foto itu. Aku
seolah disadarkan oleh sebuah kenyataan dibalik kebohongan. Aku tahu dan saat
diperhatikan lagi Egi memang sangat mirip Michel. Aku yakin Egi jujur hanya
saja aku masih terlihat ragu.
“Lun, lo ingat gak disini adalah
tempat pertama yang kita kunjungin berdua dan tempat ini adalah rahasia kita .
di tempat ini, ditempat aku berdiri sekarang disinilah tempat dimana kita akan
selalu bersama.” Ucap Egi. Aku tersentak itu bukan suara Egi, itu suara Miko
dan itu adalah kata-kata yang diucapkan Miko saat pertama kali kita nge-date
disini. Itu benar-benar Miko, itu suara Miko. Aku yakin itu Miko. Tapi disini
hanya ada aku dan Egi, gak mungkin Miko tiba-tiba disini. Aku bisa ngerasain
kehadiran Miko, karena Miko gak pernah hilang dari hatiku. Hal inilah yang
membuatku mau percaya dengan Egi. Aku yakin bahwa yang diucapkan Egi memang
benar.
“gi, gue gak tau harus gimana.”
“gue disini untuk mengungkap apa
yang sebenarnya terjadi dengan Michel atau Miko. Karena gue udah megang amanah
ini bahkan jauh sebelum Michel cerita tentang lo. Lo harus tau dia juga sayang
sama lo. Dia juga akan terus sayang sama lo. Gue tau betapa hancurnya lo saat
Michel pergi. Apalagi gue. Makanya kita harus sama-sama jalani hidup lebih
baik. Gue yakin ada hal lain yang menunggu lo di surga, Miko nunggu lo disurga.
Makanya jalani hidup lo dengan baik dan bahagia. Kalau lo butuh gue. Gue akan
selalu ada untuk lo.” Aku tersenyum begitu juga dengan Egi. Aku benar-benar
ikhlas sekarang. Wish you were here, Miko. I miss you.
Komentar
Posting Komentar